Minggu, 22 Februari 2009

ARTI PENDIDIKAN VS PELATIHAN by Rektor Universitas Ma Chung

Semester genap tahun ajaran 2008-2009 sudah kita mulai, tepatnya sejak 16 Februari 2009, jam 06.30 pagi. Perubahan jam kuliah, mau tidak mau memaksa kita menggeser waktu tidur kita dan menyesuaikan diri terhadap jadual yang baru. Demikianlah hidup, terus menerus beradaptasi, menyesuaikan diri, melatih diri kita sedemikian rupa untuk terus berkembang, menjadi insan kamil, insan Indonesia yang seutuhnya.
Pendapat masyarakat dunia terhadap kita cukup memprihatinkan: “Bangsa Indonesia dan khususnya sumber daya manusia (SDM)-nya dikenal sebagai SDM yang loyo, instan, asal-asalan, tidak berprinsip, kurang pengetahuan, dll, sehingga di level pejabat sampai TKI di luar negri pun, reputasinya tergolong tidak dapat diunggulkan”. Pendapat tsb mungkin terlalu bombastis, sarkastis, dan pesimis. Tapi sebagai insan akademik, yang tengah mengenyam pendidikan tinggi, generasi masa depan bangsa, apa tanggapan kita terhadap pendapat tersebut?
“Itukan urusan pemerintah!; buat apa begitu banyak aturan? Makin banyak aturan, makin banyak pelanggaran; apa perduli saya, organisasi/institusi/pemerintah ini menyebalkan, ini SMA atau PT....... “ dan masih banyak lagi komentar-komentar yang sering kita lontarkan sebagai bentuk protes, yang terkadang hanyalah luapan emosi semata, tetapi jika dibaca ulang, seringkali menunjukkan secara jelas IDENTITAS KARAKTER SESEORANG. Tanggapan kita terhadap masalah yang kita hadapi, mencerminkan kualitas diri kita.
Jaman telah berubah, apa yang dituntut dunia kerja jaman sekarang tidaklah sama dengan apa yang diminta 10-20 tahun yang lalu. Dunia kerja, dunia terpanjang dalam hidup kita, mencari orang-orang yang berkarakter. Kebutuhan di level interview, sampai keluhan-keluhan di forum-forum pencari tenaga kerja dan HRD/HCD suatu perusahaan, bergelut terhadap kurangnya sosok-sosok pribadi berkarakter, yang peka terhadap diri sendiri, peka terhadap sesama, mempunyai kemampuan “problem solver”, sosok “risk taker”, orang-orang yang bisa menjadi “team player”, mampu memimpin, memiliki loyalitas, berintegritas, terpercaya ...... Semuanya mencari sosok pemimpin berkarakter unggul.
Lantas, dimana orang-orang tersebut? Faktanya adalah..... jumlah mereka tidak lebih dari 5% anggota masyarakat dunia! Terlalu sedikit orang-orang yang menempuh jalan yang penuh disiplin, melatih diri mereka untuk bertumbuh menjadi pemimpin yang berkarakter unggul. Kebanyakan kita memilih jalan yang mudah, instan, asal bisa hidup, bergantung pada orang lain, berorientasi pada “HOW TO GET dan bukan HOW TO CONTRIBUTE”.
Universitas adalah lembaga pendidikan tinggi yang juga bertanggungjawab untuk membentuk pemimpin-pemimpin unggul masa depan! Tanggungjawab yang tidak mudah. Sebenarnya, sangatlah mudah bagi sebuah Universitas untuk menyenangkan mahasiswanya, melengkapi semua kebutuhan fasilitas, mengikuti apa yang menjadi kesenangan mahasiswa/inya, mengurangi aturan, tidak memberikan teguran, semata-mata memberikan ilmu, selebihnya diurus mahasiswa yang bersangkutan. Tetapi, fakta juga menunjukkan bahwa begitu banyak Universitas melakukan hal tsb, meluluskan mahasiswanya, tanpa tahu seperti apa susah payah mereka berkompetisi di dunia kerja nantinya. Menjadikan insan-insan Indonesia yang loyo, tidak berkarakter, terlindas persaingan jaman!
Benarkah pendidikan itu seperti itu pemaknaannya. Dengan mengetik “pendidikan” di google ataupun searching engine lainnya, kita menemukan makna pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat”. Arah pendidikan adalah pembiasaan diri, yang dijalankan terus menerus, melalui berbagai upaya, teguran, arahan, diskusi, dialog, pembelajaran di kelas, dll, untuk membawa kita kepada karakter-karakter unggul dan juga keterampilan keilmuan tertentu (yang terakhir ini cuma “bagian” dari keseluruhan tujuan pendidikan). Berbeda maknanya dengan pelatihan, dimana “ada proses melatih, kegiatan atau pekerjaan untuk mengembangkan keterampilan tertentu”. Sifatnya temporer, misalnya pelatihan penggunaan komputer, berbeda maknanya dengan pendidikan komputer. Selama proses pelatihan, instruktur bertanggungjawab, setelah selesai proses, apakah yang dilatih paham atau tidak, itu urusan pembelajar sendiri. Beda dengan pendidikan, pendidikan itu sifatnya seumur hidup, tidak lelah memberikan perhatian dan arahan, untuk membawa seseorang mencapai potensi optimumnya. Bagi Universitas Ma Chung, pendidikan inilah yang harus dijalankan, sebab Universitas tidak membentuk orang-orang yang ber IPK tinggi (Indeks Prestasi Kumulatif, dari sisi nilai akademik) secara hardskill saja, tetapi justru yang paling utama adalah menjadikan lulusan-lulusan yang ber IPK unggul. Indek Prestasi Kehidupan yang unggul.
Masalahnya….. bersediakah kita mengembangkan potensi diri kita, tidak hanya otak kita? Tetapi potensi DIRI kita? Totalitas yang sudah Tuhan berikan secara luar biasa?. Otak kita hanyalah sebesar kepalan tangan, tapi DIRI kita, begitu luar biasa. Jika kita sadar untuk mengembangkan keseluruhan kita, disitulah dimulainya proses penemuan jati diri kita. Identitas kita tidak bisa diukur oleh otak kita saja. Manusia justru dinilai lewat jati dirinya. Sehingga kita sungguh perlu mempercayai, bahwa pencarian kita untuk mencapai masa depan gemilang, terletak pada pendidikan menemukan jati diri
kita, mengembangkan potensi diri yang sudah ada dan terpendam didalam kita masing-masing sebagai mahkluk sempurna ciptaan Tuhan.
Selamat merenungkan hakikat pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Akhirnya, hidup kita adalah pilihan yang akan membawa kita ke tempat kita masing-masing, menjadi yang ordinary atau yang extra ordinary!

Salam Prestasi DIRI,

Leenawaty Limantara
Rektor Universitas Ma Chung

Tidak ada komentar: